Selasa, 26 Oktober 2010


Makalah
PERBANDINGAN MADZHAB IMAM HANBALI

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Dalam masyarakat kita di Indonesia ini berkembang berbagai macam ragam aliran yang berkenaan dengan maslah Fiqh. Kendatipun mayoritas ummat islam mengaku bermadzab Syafi’I, tetapi madzab lain pun sedikit basyaknya ada pengaruhnya terhadap ummat islam di sini. Pemikiran ini di dasarkan atas kenyataan yang terjadi dalam masyarakat kita sehari-hari, bahwa ada saja terlihat perbedaan pendapat yang berkenaan dengan masalah furu’ (cabang), baik mengenai ibadah, mu’amalah dan lain-lainya. Di dalam dunia fiqh secara umum terdapat empat madzab yang terkenal, salah satunya yakni madzhab Hambali, yang menempati urutan keempat berdasarkan periodisasi kemunculannya, yang didirikan oleh muhaddits besar Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Madzhab ini muncul di kota kelahiran pendirinya. Baghdad, pada akhir abad ketiga dan awal abad kedua, yang bertepatan dengan masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah.
Berbeda dengan gurunya, Imam Syafi’I, yang menuangkan metode istinbath (penggalian hukum)-nya dalam sebuah kitab. Imam Ahmad tak pernah merumuskan metode istinbath dalam sebuah karya tulis. Sistem penggalian hukum yang dikembangkannya dikenali belakangan melalui penjabaran murid-murid dan pengikutnya yang menganalisa fatwa-fatwa sang imam.
Dari deskripsi singkat diatas, maka dalam makalah ini akan mencoba untuk membahas lebih mengenai Imam Ahmad dengan beberapa fokus pembahasanya.

B.   Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah singkat dari Imam Ahmad ?
2.      Bagaimana Metode Istimbath yang dipakai oleh Imam Ahmad ?
3.      Bagaimanakah Contoh Istimbath Imam Ahmad ?

BAB II
PEMBAHASAN


A.  Sejarah Singkat Imam Ahmad Ibnu Hanbal
Imam Ahmad Ibnu Hanbal atau Al Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal Azzdahili Assyaibani dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabi’ul Awal tahun 164H/780M. Tempat kediaman ayah dan ibunya sebenarnya di kota Marwn, wilayah Khurasan, tetapi dikala ia masih di kandungan, kebetulan ibunya pergi ke Bagdaad dan di sana melahirkan.[1]
Nama lengkapnya adalah Ahmad ibnu Muhammad ibnu Hanbal ibnu As’ad ibnu Idris ibnu Abdulloh ibnu Hasan al-Syaibany. Ibunya bernama Syarifah Maimunah binti Abdul al-Malik ibnu Saudah ibnu Hindun al-Syaibany. Jadi baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu, imam Ahmad ibnu Hanbal berasal dari keturunan bani Syaibah, salah satu kabilah yang berdomisili di semenanjung Arabiyah.
     Sejak kecil imam Ahmad ibnu Hanbal mempelajari banyak hal di kota Bagdad yang saat itu pusat ilmu pengetahuan. Di antaranya adalah al-Qu’an, bahasa Arab, Hadits, sejarah Nabi dan sejarah Sahabat serta sejarah Tabi’in.[2] Guna memperdalam ilmu pengetahuan yang beliau miliki, maka imam Ahmad ibnu Hanbal hijrah ke Basrah. Pernah juga menuntut ilmu ke Mesir dan Yaman. Ketika menuntut ilmu di Basrah imam Ahmad ibnu Hanbal bertemu dengan Imam Syafi’i. Dan beliau dapat menghimpun sejumlah 40.000 hadis dalam kitab Musnadnya.
     Imam Ahmad ibnu Hanbal adalah imam yang ke empat dari fuqaha islam. Ia adalah seseorang yang mempunyai sifat-sifat yang luhur dan budi pekerti yang tinggi. Keturunan Ahmad ibnu Hanbal bertemu dengan keturunan Rasulullah saw. pada Mazin ibnu Lu’ab ibnu Adnan termasyhur dengan nama datuknya, Hanbal. Maka dari itu orang menyebutnya ibnu Hanbal, sedangkan bapaknya bernama Muhammad. Ini disebabkan datuknya lebih masyhur dari pada ayahnya.
     Pada masa khalifah al-Makmun, al-Mu’tashim dan al-Watsiq, imam Ahmad pernah dihukum cambuk dan dipenjara karena keteguhannya memegang keyakinannya. Seperti yang diketahui dalam sejarah bahwa di masa ketiga orang khalifah bani Abbas ini  paham Mu’tazilah (salah satu paham dalam ilmu kalam) merupakan paham resmi pemerintahan. Hanya paham ini yang dipandang dapat membawa kemajuan umat Islam. Penentangnya akan dihukum dan disingkirkan.[3]
     Imam Ahmad ibnu Hanbal wafat pada tanggal 12 Rabi’ul Awal tahun 241H/04 Juli 855M. dan dimakamkan di Bagdad.[4] Sepeninggal beliau, madzhab Hanbali berkembang luas dan menjadi salah satu madzhab yang memiliki banyak pengikutnya.
Daerah yang Menganut Mazhab Hambali. Awal perkembangannya, mazhab Hambali berkembang di Bagdad, Irak dan Mesir dalam waktu yang sangat lama. Pada abad XII mazhab Hambali berkembang terutama pada masa pemerintahan Raja Abdul Aziz As Su’udi. Dan masa sekarang ini menjadi mazhab resmi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak.[5]


B.   Metode Istidlal/ Istinbat Imam Ahmad Ibn Hanbal Dalam Menetapkan Hukum
Metode yang digunakan dalam menetapkan hukum (istinbat) berdasarkan pada tujuh hal pokok [6]:
1. Al Quran sebagai sumber dari segala sumber hukum. Ahmad menegaskan bahwa as-sunnah adalah penafsir al-qur’an. Karena itu tidak ada kemungkinan terjadi pertentangan dzahir al-qur’an dengan as-sunnah, karena dzahir al-qur’an harus disesuaikan dengan kandungan as-sunnah.[7]
Ahmad menerima semua hadits yang shahih dan memandangnya penafsiran bagi al-qur’an jika memerlukan tafsir, atau taqyid atau mentakwilkan al-qur’an jika memerlukan takwil.[8]
2. Sunnah Rasul sebagai penjelasan terhadap hal hal yang global yang ada dalam Al Quran. Sebagaimana halnya imam Syafi’i, imam Ahmad menerima khabar ahad, hadits yang bersanad tungggal sebagai hujjah. Beliau terima hadits tersebut tanpa sesuatu syarat, asal benar-benar hadits itu shahih keadaannya.[9]
3. Fatwa sahabat (Aqwal Assahabah) karena mereka semua menyaksikan turunnya ayat dan mengetahui asbab nuzulnya serta asbabul khurujnya hadis dan para perawinya. Sedangkan fatwa para tabiin tidak memiliki kedudukan sebagaimana fatwa sahabat.
Imam Ahmad mendahulukan atsar shahabi (Qoul shahabi) ini daripada qiyas.[10] Dari keterangan lain sebelum Qiyas dipergunakan oleh beliau, lebih dahulu beliau menggunakan “hadits mursal dan dha’if” yang kedudukannya menurut beliau juga lebih tinggi dibandingkan qiyas.[11]
4. Qiyas (Analogi) yang digunakan apabila tidak ada nash yang sharih dalam Al Quran, Hadis maupun Aqwal Asshabah.
Kadang-kadang Imam Ahmad pun menggunakan al-mashalih al-mursalah terutama dalam bidang siyasah. Contohnya, Imam Ahmad pernah mengucapkan hukum ta’zir terhadap orang yang selalu berbuat kerusakan dan menetapkan hukum had yang lebbih berat terhadap orang yang minum khamar pada siang hari di bulan ramadhan.[12]
5. Istihsan yaitu keluar atau menyimpang dari keharusan logika menuju hukum lain yang menyalahinya dikarenakan tidak tepatnya Qiyas atau Qiyas tersebut berlawanan dengan Nash.
6. Ijma’ yaitu kesepakatan para mujtahid dalam suatu kasus hukum pada suatu masa tertentu.
7. ‘Urf yaitu adat kebiasaan orang muslim dalam suatu masalah tertentu yang tidak ada nashnya dalam Al Quran, Sunnah dan belum ada prakteknya pada masa sahabat.
Sebagian Karya besar yang ditinggalkan oleh imam Ahmad ibn Hanbal serta Murid-muridnya antara lain sebagai berikut[13]:
a.       Kitab al-Musnad
b.      Kitab Tasir al-Qur’an
c.       Kitab al-Nasikh wa al-Mansukh
d.      Kitab Muqaddam wa al-muakhkhar fi al-qur’an
e.        Kitab Jawabatu al-Qur’an
f.        Kitab al-tarikh
g.       Kitab manasiku al-kabir, dll.

C.   Contoh-Contoh Istinbath Imam Ahmad Ibn Hanbal
1. Haid; kodrat wanita yang tidak bisa dihindari dan sangat erat kaitannya dengan aktifitas ibadahnya sehari-hari.
Firman Allah swt dalam surat al-Baqarah: 222
štRqè=t«ó¡our Ç`tã ÇÙŠÅsyJø9$# ( ö@è% uqèd ]Œr& (#qä9ÍtIôã$$sù uä!$|¡ÏiY9$# Îû ÇÙŠÅsyJø9$# ( Ÿwur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜtƒ ( #sŒÎ*sù tbö£gsÜs?  Æèdqè?ù'sù ô`ÏB ß]øym ãNä.ttBr& ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tûüÎ/º§q­G9$# =Ïtäur šúï̍ÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ  
Artinya: dan mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri[14] dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci[15]. apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.[16] (QS. Albaqoroh 2:222)

Dan hadits Nabi:
هذا شئ كتبه الله على بنات ادم (متفق عليه)
Artinya: “Ini (haid) merupakan sesuatu yang telah ditakdirkan Allah kepada cucu-cucu wanita Adam. (HR. Bukhori dan Muslim)[17]

Usia waktu haid
Semua ulama madzhab sepakat bahwa wanita itu akan haid kalau sebelum usia 9 tahun. Maka bila datang sebelum usia tersebut, semua sepakat bahwa itu darah penyakit, begitu juga darah yang keluar dari wanita usia lanjut. Hanya mereka berbeda pendapat tentang batas usia lanjut yang haidnya telah berhenti. Menurut madzhab :
Hanbali             : 50 tahun
Hanafi               : 55 tahun
Maliki               : 70 tahun
Syafi’I              : selama masih hidup haid itu masih mungkin, sekali-kali biasanya berhenti setelah berusia 62 tahun.
Imamiyah         : 55 tahun bagi wanita yang bukan keturunan Quraisy dan wanita yang diragukan apakah ia Quraisy atau bukan. Sedang wanita Quraisy biasanya 60 tahun.
Lama waktu haid
Hanifah dan imamiyah: paling sedikitnya haid itu 3 hari dan paling banyaknya 10 hari. Dan darah itu tidak keluar terus-menerus selama 3 hari, atau darah yang keluar lebih dari 10 hari maka bukan darah haid.
Hanbali dan syafi’i: paling sedikitnya selama 1 hari 1 malam, dan paling banyak 15 hari.
Maliki: paling banyak 15 hari bagi wanita yang tidak hamil, sedangkan sedikitnya tidak ada.
Hanafi, syafi’i dan maliki: bahwa haid tidak ada batas masa sucinya, yang dipisa 2 kali haid, sedangkan paling sedikitnya 13 hari.
Imamiyah: paling sedikit masa suci adalah paling banyaknya masa haid yaitu 10 hari.
Ulama madzhab: terjadinya haid dengan hamil secara bersamaan.syafi’i, maliki, dan kebanyakan ulama imamiyah: haid dan hamil masih bisa secara bersamaan.
Hanafi, Hanbali dan syaikh al-Mufid dari golongan Imamiyah: tidak bisa berkumpul secara bersamaan.[18]

2. wudlu
Orang yang berhadats kecil dilarang melakukan beberapa hal di bawah ini:
1. shalat, baik sunnah maupun wajib, menurut kesepakatan semua ulama’.
Imamiyah berpendapat lain tentang shalat jenazah, tidak diwajibkan berwudlu, hanya disunnahkan saja
2. thowaf, tidak boleh melakukan thawaf tanpa berwudlu terlebih dahulu (menurut maliki, syafi’i, imamiyah dan Hanbali). Hanafi: barang siapa yang berthawaf di Baitullah dalam keadaan hadats, ia tetap sah, sekalipun berdosa.
3. sujud tilawah dan sujud syukur, menurut empat madzhab wajib suci (berwudlu) menurut imamiyah hanya disunnahkan.
4. menyentuh mushaf, semua madzhab sepakat bahwa tidak boleh menyentuh tulisan al-Qur’an kecuali suci.
Maliki: tidak boleh menulisnya, menyentuh kulitnya walaupun dengan aling-aling, tetapi tidak boleh melafalkannya dengan membaca maupun tidak, atau setuhannya dengan aling-aling dan membawanya demi menjaganya.
Hanbali: boleh menulisnya dan membawanya demi menjaganya kalau dengan aling-aling.
Syafi’i: tidak boleh menyentuh kulitnya, walau ia terpisah dengan isinya, juga tidak boleh menyentuh talinya selama ia masih melekat dengan al-Qur’an. Tetapi boleh menulisnya dan membawanya dem menjaganya sebagaimana boleh menyentuh sesuatu yang menjadi sulaman dari ayat-ayat al-Qur’an.
Hanafi: tidak boleh menulisnya dan menyentuhnya walau ditulis dengan bahasa asing, tetapi boleh membacanya tanpa memakai al-Qur’an.
Imamiyah: diharamkan menyentuh al-Qur’an bertuliskan huruf Arab tanpa aling-aling (alas), baik tulisan tersebut di dalam al-Qur’an maupun tidak. Tetapi tidak diharamkan membaca, menulis dan membawa demi menjaganya dan menyentuh tulisan selain tulisan Arab, kecuali “Allah”, maka diharamkan bagi orang yang berhadats menyentuhnya dalam bentuk tulisan apapun juga, dengan bahasa apapun dan dimana saja, baik yang ada di al-Qur’an maupun bukan.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pendiri Mazhab Hambali ialah : Al Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal Azzdahili Assyaibani. Beliau lahir di Bagdad pada tahun 164 H. dan wafat tahun 241 H. Ahmad bin Hanbal adalah seorang imam yang banyak berkunjung ke berbagai negara untuk mencari ilmu pengetahuan, antara lain : Syiria, Hijaz, Yaman, Kufah dan Basrah. Dan beliau dapat menghimpun sejumlah 40.000 hadis dalam kitab Musnadnya. Dan masa sekarang ini menjadi mazhab resmi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak.
Adapun dasar-dasar mazhabnya dalam mengistinbatkan hukum adalah :
·  Nash Al Qur-an atau nash hadits.
·  Fatwa sebagian Sahabat.
·  Pendapat sebagian Sahabat.
·  Hadits Mursal atau Hadits Doif.
·  Qiyas, istihsan,ijma’ dan ‘urf
Adapun salah satu Contoh Istimbath Imam Ahmad ibn Hanbal adalah masalah Haid mengenai usia haid dan lamanya haid. Selain itu juga pada berwudhu yang terdapat ikhtilaf, meskipun hamper sama dengan madzhab syafi’I dalam hal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Perbandingan Madzhab, (Bandung: cv. Sinar baru offset, cet. III, 1991)
Ash-shiddieqy,  Tengku Muhammad hasbi, pokok-okok pegangan imam madzhab, (semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, cet. II, 1997)
Dept. Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya “Al-jumanatul Ali”, (Bandung : J-art,2005)
Jayad mugniyah, muhammad. Fiqh lima madzhab. (jakarta: Lentera Basritama, 2005)
Muhniyah, Muhammad Jawad. Fiqih Lima Madzhab. (Jakarta: Lentera Basritama,2001)
LBM-PPL 2002M. Uyunul masa-il Linnisa’. (Kediri: Lajnah Bahstul Masail Madrasah Hidayatul Mubtadi-in Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, 2002)
Tahido Yango, Huzaemah, Pengantar perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1997)
Zuhr, muhammad, hukum islam dalam ringkasan sejarah. (jakarta: Rajagrafindo Persada, 1997)
http://assunnah.or.id


[1] Huzaimah, Tahido Yanggo, pengantar perbandingan madzhab. (jakarta: Logos, 1997),132
[2] muhammad jayad mugniyah. Fiqh lima madzhab. (jakarta: Lentera Basritama, 2005), xxxi
[3] muhammad zuhr, hukum islam dalam ringkasan sejarah. (jakarta: Rajagrafindo Persada, 1997), 122-123
[4] abdurrahman, perbandingan madzhab. (Bandung: Sinar Baru, 1991), 29
[5] http://assunnah.or.id
[7] Tengku Muhammad hasbi ash-shiddieqy, pokok-okok pegangan imam madzhab, (semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, cet. II, 1997), hal. 277
[8] Ibid, hal.280
[9] K.H.E.Abdurrahman, Perbandingan Madzhab, (Bandung: cv. Sinar baru offset, cet. III, 1991), Hal. 30
[10] Ibid
[11] Huzaemah Tahido Yango, Pengantar perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos, 1997), hal. 143
[12] ibid
[13] .H.E.Abdurrahman..op.cit, hal.144-145
[14] Maksudnya menyetubuhi wanita di waktu haidh.
[15] Ialah sesudah mandi. Adapula yang menafsirkan sesudah berhenti darah keluar.
[16] Dept. Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya “Al-jumanatul Ali”, (Bandung : J-art,2005), hal. 36
[17] LBM-PPL 2002M. Uyunul masa-il Linnisa’. (Kediri: Lajnah Bahstul Masail Madrasah Hidayatul Mubtadi-in Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, 2002), 12.
[18] Muhniyah, Muhammad Jawad. Fiqih Lima Madzhab. (Jakarta: Lentera Basritama,2001), 34
<script type="text/javascript" src="http://www.bux4ad.com/affiliate/scripts/banner.php?a_aid=d55c155c&a_bid=4941f9e2"></script>KLIK !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar